BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Salah satu jenis karya sastra yang
menarik untuk dikaji ialah novel. Pengkajian terhadap salah satu jenis karya
sastra tersebut dimaksudkan selain untuk mengungkapkan nilai estetis dari
jalinan keterikatan antar unsur pembangunan karya satra tersebut, juga
diharapkan dapat mengambil nilai-nilai amanat di dalamnya. Nilai-nilai amanat
itu merupakan nilai-nilai universal yang berlaku di dalam masyarakat seperti
nilai moral, etika, religi. Nilai-nilai amanat itu tercermin dalam tokoh
cerita, baik melalui deskripsi pikiran, maupun perilaku tokoh.
Novel selain untuk di nikmati juga
untuk dipahami dan di manfaatkan oleh pembaca. Dari sebuah novel dapat diambil
banyak manfaat. Karya satra (novel) menggambarkan pola pikir masyarakat,
perubahan tingkah laku masyarakat, tata nilai dan bentuk kebudayaa
lainnya, karya sastra merupakan potret
dari segala aspek kehidupan masyarakat. Pengarang menyodorkan karya satra
sebagai media alternatif untuk menyampaikan kejadian sosial masyarakat pada
zamanya.
Memilih Novel Menebus
Dosa yang menceritakan kehidupan masyarakat pegunungan pada zaman
dahulu. Dengan kisah percintaan dan tragedi pembunuhan, ditambah lagi cerita tentang seorang wanita yang tidak
bisa menjaga keperawanaannya yang akhirnya di usir oleh orang tuanya, kejadian
yang terjadi di latar pegunungan dekat kota Betawi, rupanya banyak terjadi di
masa sekarang meskipun latar waktu sangat berbeda.
1.2
Perumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dijabarkan di atas maka dapat di rumuskan masalah
sebagai berikut.
1.2.1 Bagaimana cerita dari novel ini?
1.2.2 Apa saja unsur intrinsik dalam novel ini ?
1.2.3 Unsur ekstrinsik apakah yang mempengaruhi novel?
1.2.3 Apa saja relevansi novel ini dengan kehidupan
sehari-hari ?
1.3
Tujuan
Tujuan penulisan karya tulis ini
dibuat supaya pembaca dapat lebih mengerti dan memahami mengenai novel Menebus
Dosa beserta unsur intrinsik dan ekstrinsiknya. Pembaca juga dapat mengambil
amanat setelah memahami isi novel. Selain itu karya tulis ini dibuat untuk
memenuhi tugas akhir Apresiasi Prosa, yaitu menganalisis novel.
1.4
Manfaat
Dari
hasil analisis novel Menebus Dosa ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh
antara lain.
1.4.1
Dapat digunakan untuk mengembangkan
penelitian terhadap karya satra lebih lanjut.
1.4.2
Dapat memberikan gambaran kehidupan
masyarakat pada sekitar tahun 1932.
1.4.3
Dari karya sastra yang telah dikaji ini
kita dapat memperluas wawasan pengetahuan, pengalaman, dan pemahaman yang
mendalam tentang kehidupan sosial masyarakat di daerah pegunungan dekat betawi.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Identitas Buku
Judul Buku : Menebus Dosa
Penulis : Aman Datuk Madjiondo
Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta.
Cetakan : 4, 2001
Tebal Buku : 104 halaman
2.2 Analisis Unsur Intrinsik
2.2.1
Alur
2.2.1.1
Jenis
Alur
Jenis
alur yang digunakan dalam novel Menebus Dosa adalah alur mundur atau flashback
karena dalam cerita tersebut diawali dengan datangnya tokoh saya ke daerah
pegunungan yang kemudian bertemu dengan anak kecil dan membawanya ke neneknya
yang mata duitan untuk ditenung, namun kemudian nenek tua itu justru bercerita
tentang masa lalunya dan masa lalu cucunya. Dan cerita selanjutnya merupakan cerita masa lalu nenek
tua hingga ia menjadi orang yang mata
duitan dan sebatangkara hidupnya hanya dengan satu orang cucu tanpa ada
saudara.
3
|
2.2.1.2
Struktur
Alur
a.
Eksposisi/Perkenalan
Kisah
novel menebus dosa jika diurutkan sesuai kronologinya diawali dengan si Iti
/ Siti Juhro yang merasa penasaran
terhadap Hasan yang menurut cerita dari gadis desa merupakan seorang yang alim
dan selalu menolak wanita, Iti yang cantik baru pindah dari bogor, dia
penasaran dan berniat ingin menggoda Hasan. Dan rupanya Hasan tergoda hingga
akhirnya Hasan bersama Mak Iyot ibunya melamar Iti, dan dengan beberapa
pertimbangan ayah Iti setuju.
Dibuktikan
dengan: “Hasan jika engaku memang sungguh –sungguh jangan minta pada saya,
pergilah pada bapak saya”. (Menebus Dosa, hal. 29)
“Seba
sekarang tentu susah, karena kita belum sedia apa-apa. Menjelang itu kita ikat
saja dengan pertunangan”. (menebus dosa, hal. 32)
b.
Konflik
Konflik
terjadi saat Hasan mendengar percakapan Iti dengan Karta, sehingga Hasan merasa
kecewa akhirnya memutuskan pertunangan dengan Iti, meskipun ia masih sanagat
mencintai Iti.
Dibuktikan
dengan: “Iti siapa yang bersama –sama engkau tadi?” tanya si Hasan kemudian.
(Menebus Dosa, hal. 16)
Sebab
itu lebih baik kita putuskan saja pertalian kita, dan sehingga ini ke atas,
biarlah kita sebagai bersaudara saja. (Menebus Dosa, hal. 19)
c. Klimaks
Klimaks
terjadi saat Hasan tidak terima setelah mendengar perbuatan Karta terhadap Iti,
sehingga terjadi perkelahian antara Hasan dan Karta, hingga akhirnya Karta
tewas dengan jatuh ke dalam jurang bersama topi, kelewang dan mantel Hasan,
sehingga Hasan merasa sangat takut dan menyesal terhadap perbuatannya.
Dibuktikan
dengan: Setan! Seru si Hasan sambil melompak kehadapan Karta, lalu dicekiknya
leher anak muda itu, sehingga matanya terbeliak. (Menebus Dosa, hal. 53)
Akan
tetapi dirabanya kepalanya, barulah ia tahu topinya tak ada lagi. (Menebus
Dosa, hal. 63)
d.
Anti
Klimaks
Anti
klimaks dalam novel ini adalah saat Iti diusir ayahnya setelah mengatakan bahwa
dirinya telah mengandung lima bulan bersama Karta yang telah tewas, dan Itipun
diusir dari rumahnya.
Dibuktikan
dengan: “ Ya ayah, janganlah saya diusir ayah! Ibu saya dikubur disini dan saya
hendak dikubur disini pula. Kasihanilah ayah! (Menebus Dosa, hal. 72)
e.
Resolusi/Penyelesaian
Penyelesaian
cerita dimulai dari mimipi Mak Iyot yang didatangi Hasan yang berpesan agar
berbuat baik kepada Iti, sehinnga Mak Iyotpun mencari Iti ke kota hingga
bertemu dan menjaganya hingga Iti melahirkan seorang anak laki-laki namun Iti
meninggal setelah melahirkan dan anaknya kini di rawat oleh Mak Iyot dan di
besarkan di pegunungan Gandamana. Yang diceritakan pada awal novel Menebus Dosa
seorang anak kecil yang hanya tinggal bersama neneknya yang sudah sangat tua,
tanpa ada keluarga, karena memang Mak Iyot membawa anak Iti dan merawatnya di
pegunungan terpencil.
Dibuktikan
dengan: Maka berangkatlah ia dari Betawi menuju ke tanah pegunungan membawa
budak letik itu. Tetapi ia tidak balik lagi ke desanya, karena ia takut, boleh
jadi bapak si Iti lembut hatinya kembali dan anak itu dimintanya. Tidak Mak
Iyot tidak mau memberikan anak itu, biarpun kepada siapapun juga. Karena itulah
pergilah ia ke desa Gandamana, yang letaknya di kaki gunung Pangrango, jauh
disebelah atas desanya. (Menebus Dosa, hal. 100)
2.2.2
Tokoh
dan Penokohan
a. Tokoh Utama
1) Mak
Iyot
·
Sangat menyayangi anaknya Hasan, yang
dibuktikan secara analitik karena jelas sekali dalam novel menyebutkan sifat
Mak Iyot yang sangat menyayangi anaknya, dibuktikan dengan Kasih sayangnya
kepada si Hasan sangat tertumpah. Segala hak milik yang ada padanya
diuntukannya kepada si Hasan semuanya. (Menebus Dosa, hal. 21)
·
Sangat menyayangi cucunya, yang
disampaikan secara dramatik dari percakapan Mak Iyot, dibuktikan dengan: Uang
itu bukan untuk saya, saya cari untuk cucu saya. Bagi saya sendiri tak perlu
lagi. Keperluan saya sudah sedia kain putih tiga kali tujuh hasta dan papan dua
tiga lembar”. (Menebus Dosa, 10)
2) Hasan
·
Sangat menyayangi Iti, yang disampaikan
secara dramatik dalam novel, dibuktikan dengan: Angat- angat dingin rasa
hatinya kalau kalau tidak menampak wajah gadis itu sekali dalam dua hari. (Menebus
Dosa, hal. 29)
·
Sangat mengasihi ibunya, dibuktikan
dengan cara dramatik dari perkataan si Hasan sendiri yaitu: “ Ya, ibuku yang
malang, keluhnya pula, bagaimanakah nasib ibu nanti sepeninggalan
saya?”(Menebus Dosa, hal. 62)
3) Siti
Juhro/ Iti
·
Keras kepala, karena tidak mau
dinasehati oleh Hasan mengenai sifat buruk Karta, sehingga akhirnya menyesal
pada akhirnya, yang dibuktikan secara dramatik menggunakan percakapan antara
Iti dan Hasan. Dibuktikan dengan: : Hai Hasan, engkau tak boleh mencerca orang
dengan tak beralasan. Engkau tak tahu siapa dia.” “Saya tahu betul siapa dia.
Mulai sejengkal dari tanah kami sudah berkenalan. Tetapi kalau engkau tak mau
mendengarkan kata saya, cobakanlah!” (Menebus Dosa, hal. 18)
·
Angkuh dan sombong, karena merasa paling
cantik dan telah lama tinggal di kota sehingga gayanya berlebihan dibuktikan
secara analitik karena di dalam novel: . Dibuktikan dengan: Hanya sedikitlah
salahnyagadis yang cantik itu, yaitu sifatnya yang angkuh dan sombong, tahu
benar ia akan kecantikannya. (Menebus Dosa, hal. 27)
·
Cantik, berbadan ramping berkulit putih
yang disampaikan secara analitik yaitu: Gadis itu amat cantik parasnya,
badannya kecil dan ramping, kulitnya putih kuning, matanya hitam dan bagus,
sedang rambutnya ikal berombak-ombak.
4) Karta
·
Cakap, elok dan gagah dibuktikan secara
analitik di dalam novel, sebagai berikut: Karta ialah seorang anak muda yang
cakap, elok dan gagah. (Menebus Dosa, hal. 33)
·
Suka mempermainkan wanita, yang
disampaikan secara analitik didalam novel: Gadis –gadis itu dengan mudah saja
masuk perangkap Karta, untuk jadi permainannya, dan jika ia telah puas,
ditinggalkannyalah dengan tiada peduli lagi. (Menebus dosa, hal. 33)
5)
Ayah Iti
·
Tegas, karena melarang Iti bergaul
dengan Karta, yang dibuktikan secara dramatik pada: dengan segera anaknya
dilarangnya bergaulan dengan si Karta. (Menebus Dosa, hal. 34)
·
Pemarah, sifat pemarahny sangat terlihat
saat mengetahui Iti hamil, sehingga Iti diusir dari rumah, disampaikan secara
analitik yaitu: Tiba-tiba berhamburlah kemarahan yang tiada terhingga-hingga
dari mulut Pak Iti. (Menebus Dosa, hal. 71)
b. Tokoh tambahan
1) Kakak
Iti
·
Baik hati dan pemikiran dewasa, karena
kakak Iti bisa menahan amarah atas kejadian yang menimpa adiknya dan kemudian
berusaha membantunya yang disampaikan secara dramatik melalui sikapnya,
dibuktikan dengan: Mendengar ratap tangis adiknya itu, turunlah marah kakanya.
Akhirnya iapun turut menangis pula bersama-sama. (Menebus Dosa, hal. 79)
2) Asri
/ anak Iti
·
Baik hati yang disampaikan secara
analitik melalui perkataan Neneknya: Memang dia seorang anak yang baik
(Menebus Dosa, hal. 10)
·
Sangat menyayangi neneknya, disampaikan
secara analitik dari perkataan neneknya yaitu: Dia amat sayang kepada saya, dan
lagi dia itulah yang menahan saya hidup di dunia yang fana ini. (Menebus Dosa,
hal. 10)
·
Rajin belajar dan pintar yang
disampaikan secara analitik yaitu: Ia amat rajin belajar, sehingga ia jadi
seorang murid yang pandai di kelasnya. (Menebus Dosa, 103)
3) Juragan
/ Aku (tokoh aku pada awal novel)
·
Baik hati, yang disampaikan secara
dramatik di dalam novel Menebus Dosa, yaitu dari tutur kata dan kesabarannya
mencari rumah saudaranya, kemudian ia bertemu anak kecil dan memberinya upah
jika mau mengantarnya ke tujuan, menandakan sifatnya yang baik hati. Dibuktikan
dengan: Ujang seru juragan dengan ramah (Menebus Dosa, hal 4)
2.2.3
Latar
a.
Waktu
Waktu secara global
novel menebus dosa adalah sekitar tahun 1932, karena jelas sekali di dalam
novel disebutkan bahwa kisah tersebut ditulis saat Jakarta masih bernama
betawi. Selain itu banyak kisah didalam novel yang sangat menggambarkan zaman
dahulu diantaranya umur Iti yang baru lima belas tahun namun sudah mau menikah.
Kemudian uang yang dipakai dalam novel belum memakai nominal rupiah, melainkan
saketip, se-sen, se-benggol, se-tali atau se-perak. (Dibuktikan dengan: Berapa
se itu? Tanya saya dengan heran. Misalnya se-sen, se-benggol, se-ketip,
se-tali, atau se-perak!” (Menebus Dosa, 6)
b. Tempat
Tempat novel Menebus
Dosa secara global adalah di daerah pegunungan di pinggiran kota Betawi.
Dibuktikan secara langsung dengan Saya menuju kesebuah desa di kaki Gunung
Pangrango, lebih kurang 80 km jauhnya dari betawi.
Jika dilihat dari
pekerjaan para tokoh juga dapat menggambarkan latar tempat yaitu pekerjaan Mak
Iyot sebagai petani dan ayah Iti yang seorang tukang kayu, memperjelas latar
tempat novel Menebus Dosa merupakan suasana desa di kaki gunung.
c. Suasana
Suasana dominan novel
menebus dosa adalah suasana kesedihan dan keharuan yang dialami Mak Iyot yang
ditinggal anak semata wayangnya dan harus menebus dosa anaknya yang sangat
disayanginya. Dibuktikan dengan: Sesudah itu sunyi senyaplah rumah kecil itu,
hanya sedu sedan ibu yang malang itu saja yang terdengar. (Menebus Dosa, hal.
38)
Semenjak itu tiada pernah
ia pulang-pulang lagi ke desanya. Menerima surat itu Mak Iyot bagai menerima
surat mati. (Menebus Dosa, hal. 39)
Malam itu adalah malam
yang sesedih sedihnya dalam penghidupan Mak Iyot dua beranak. (Menebus Dosa,
hal. 65)
Si Iti meniarap
diharibaan kakaknya itu, lalu menagis tersedu sedu. (Menebus Dosa, hal. 78)
Demikian bukti bukti
yang ada dalam novel yang sebagian besar bercerita tentang kesedihan dan
keharuan.
2.2.4
Sudut
Pandang
Sudut
pandang novel Menebus Dosa adalah orang ketiga terbatas, karena novel ini
sebenarnya di ceritakan oleh seorang juragan dari betawi yang mendapat cerita
langsung dari seorang Nenek tua yang mempunyai satu cucu, yang bercerita
mengapa ia sampai begitu kikir dan mata duitan. Yang ternyata kisah hidupnya
begitu menyedihkan. Dan juragan yang berniat untuk bertenunglah yang
menceritakan kisah hidup Mak Iyot, namun terbatas karena tidak leluasa sebagai
penggerak cerita, pencerita hanya dapat menceritakan apa yang dapat diamati
dari luar.
Dibuktikan
dengan: Riwayat orang tua yang amat sedih itu, dan barangkali ada juga gunanya
diketahui orang banyak , maka saya sususn sedapat-dapatnya sebagai tertera
dibawah ini. (Menebus Dosa, hal. 12)
2.2.5
Gaya
Bahasa
Gaya
bahasa pada novel menebus dosa, hampir sama dengan novel -novel sekitar tahun
30an yang lain, yaitu masih banyak menggunakan bahasa perumpamaan, yang klise,
pepatah, peribahasa, tapi menggunakan bahasa percakapan sehari–hari. Bahasanya
juga terkesan kaku dan statis jika dibandingkan zaman sekarang, dan
bahasanya sangat santun. Dan novel ini
sedikit menggunakan bahasa sunda kaarena latar tampatnya memang di pegunungan
dekat bogor dan betawi.
Dibuktikan
dengan: “Anak setan, Anak haram jadah! Katanya menolak Karta sekuat-kuatnya.
(Menebus Dosa, hal. 15)
“Awas
engkau! Katanya dengan mengancam.” (Menebus Dosa, hal15)
“Serahkanlah
kepalamu kepada mulut harimau besar itu, supaya dikerkahnya. Pertolongannku
jangan sekali –kali engkau harapkan nanti.” (Menebus Dosa, hal 20)
Bukti
di dalam novel menggunakan bahasa sunda adalah: “Saha, make suyuh-sayah
mamalayuan? (Menebus Dosa, hal. 8)
2.2.6
Tema
Tema
novel Menebus Dosa adalah cinta berujung petaka, karena sebenarnya kisah novel
menebus dosa beserta konflik yang terjadi sebenarnya di dasari oleh rasa cinta yang telah merubah semua keadaan
yang ada. Dari perbuatan Hasan yang dilandasi rasa cinta, kemudian munculah
masalah-masalah yang menimpa pada tokoh yang lain seperti Iti, Karta, Mak Iyot.
Hingga akhirnya Mak Iyotlah yang harus menebus dosa anaknya.
2.2.7
Amanat
Amanat
dalam novel ini sanagt banyak diantaranya sebagai berikut:
·
Harus memikirkan matang -matang sebelum
bertindak
Karena
perbuatan Hasan terhadap Karta yang tidak dipikirkan secara matang akibatnya membuat
Hasan menyesal sepanjang hidunya dan membuat Emaknya yang sangat menyayanginya
menjadi semakin menderita. Jadi sebelum kita berbuat sesuatu harus dipikirkan
akibatnya dahulu. Amanat diambil dari kejadian saat Hasan membunuh Karta, yaitu
“ pergilah engkau ke neraka!” seru si Hasan tiba-tiba, sambil dihentamkannya
kepala Karta, yang menegadah meminta nyawa itu. Sekali lagi dihentamkannya maka
terlepaslah tangan Karta dari ujung urat itu. (Menebus Dosa, hal 59)
·
Jangan mudah terpancing emosi
Karena
Hasan tidak bisa mengontrol emosinya terhadap Iti, sehingga Hasan memutuskan
tali pertunangannya, padahal jika Hasan berusaha menenangkan diri, mungkin lama
kelamaan Iti juga akan tulus mencintai Hasan dan tau sendiri akan sifat Karta
yang bajingan. Emosi Hasan juga telah mengakibatkan petaka bertambah duka,
yaitu saat mendengar perbuatan Karta dari mulut Karta sekaligus Hasan tak bisa
berpikir jernih dan langsung menghajarnya. Seandainya bisa menahan emosi maka
Mak Iyot tidak akan menderita seperti akhir ceritanya. Dibuktikan dengan:
Mendengar itu darah si Hasan mendidih di dadanya. (Menebus Dosa, hal. 52)
·
Jangan mementingkan diri sendiri
Maksudnya
jangan mementingkan dirisendiri adalah sifat Hasan yang tidak pernah memikirkan
emaknya jika ia tinggalkan begitu saja, Emaknya yang tak punya siapa-siapa lagi
selain dirinya namun Hasan hanya mementingkan dirinya dan pergi sesuka hatinya,
meskipun ia menyayangi emaknya.
Dibuktikan
dengan: “Aduh nak, mengapa engkau lekas-lekas saja hendak meninggalkan ibu?
Bukankah sore ada juga autobus yang ke Betawi? (Menebus Dosa, hal 47)
·
Sebagai wanita harus menjaga
kehormatannya
Kehormatan
bagi seorang wanita adalah yang paling utama, namun Iti tak bisa menjaga
kehormatannya maka akibatnya ia diusir dari rumahnya. Maka sebagai wanita
hendaklah menjaga kehormatannya dan jangan mengumbar kecantikan kepada yang
bukan muhrimnya. Yang diambil dari sifat buruk Iti. Akibatnya dapat dibuktikan
dengan: Engkau bukan anaku! Engkau anak haram jada! Macam anak yang ada dalam
perutmu itu! (Menebus Dosa, hal. 72)
2.3 Analisis Unsur Ekstrinsik
2.3.1
Biografi
Pengarang
Aman Datuk
Madjoindo atau yang lebih dikenal dengan Aman adalah
sastrawan angkatan Balai Pustaka. Ia dilahirkan di Supayang, Solok, Sumatera
Barat pada tahun 1896 dan meninggal dunia di Sirukam, Solok, Sumatera Barat
pada 6 Desember 1969. Sejak tahun 1920,
Aman bekerja di Balai Pustaka sebagai korektor, kemudian menjadi ajudan
redaktur, dan berlanjut menjadi redaktur. Ia juga pernah menjadi direktur
penerbit Balai Pustaka.
Pendidikan dan kariernya Aman pernah mengenyam pendidikan di
HIS di Solok, serta Kweekschool (Sekolah Raja) di Bukittinggi. Setelah lulus sekolah dia sempat menjadi guru di Padang di tahun 1919 sebelum pindah ke Jakarta dan bekerja di Balai Pustaka pada tahun 1920. Pada awal masuk Balai Pustaka Aman
pertama kali bekerja sebagai sebagai korektor, sebelum menjadi ajudan redaktur
dan kemudian redaktur. Dia juga pernah menjabat direktur penerbit Balai Pustaka.
Karyanya yang
terkenal adalah novel anak-anak Si Doel Anak Betawi yang ia tulis
ditahun 1956. Novel atau bacaan untuk anak-anak ini pernah dibuat film layar
lebar oleh almarhumm Sjuman Djaja pada tahun 1972. Dari novel ini pulalah Rano
Karno terinspirasi untuk membuat sinetron yang berjudul Si Dul Anak Sekolahan.
Aman Datuk
Madjoindo telah mengarang lebih dari 20 buku berbagai cerita diantaranya adalah, Menebus
dosa yang ia tulis tahun 1932, Rusmala Dewi yang ia tulis
bersama S. Hardjosoemarto pada tahun 1932, Sebabnya Rafiah
Tersesat yang juga ia tulis bersama S. Hardjosoemarto pada tahun 1934, Si
Cebol Rindukan Bulan pada tahun 1934, Perbuatan Dukun
pada tahun 1935 dan Sampaikan Salamku Kepadanya yang ia tulis
pada tahun 1935.
Ia juga
menulis karya Melayu lama dalam bentuk syair dan hikayat. Karyanya yang dalam
bentuk syair antara lain, Sya’ir Si Banto Urai yang ia tulis pada
tahun 1931 kemudian Syair Gul Bakawali pada tahun 1936. Sedangkan
karyanya dalam bentuk hikayat adalah, Cerita Malin Deman dan Puteri Bungsu
pada tahun 1932, Cindur Mata tahun 1951, Hikayat Si Miskin
tahun 1958, Hikayat Lima Tumenggung tahun 1958 dan Sejarah
Melayu yang ia tulis tahun 1959.
2.3.2
Latar
Belakang Psikologis
Jika dilihat
dari psikologis pengarang yang pernah
mengenyam pendidikan di HIS di Solok, serta Kweekschool (Sekolah Raja)
di Bukittinggi, tentunya Aman memiliki pengetahuan jauh lebih tinggi
dibandingkan anak-anak pada umumnya yang tak pernah berkesempatan mengenyam
pendidikan. Setelah lulus sekolah dia sempat menjadi guru di Padang di tahun 1919 sebelum pindah ke Jakarta dan bekerja di Balai Pustaka pada tahun 1920. Pada awal masuk Balai Pustaka Aman
pertama kali bekerja sebagai sebagai korektor, sebelum menjadi ajudan redaktur
dan kemudian redaktur. Dia juga pernah menjabat direktur penerbit Balai Pustaka. Kemudian dari pengalamannya menjadi guru dan bekerja di
Balai Pustaka itulah yang mempengaruhi karya-karyanya. Balai Pustakapun
memperkenalkan karyanya kepada masyarakat luas.
2.3.3
Latar
Belakang Lingkungan
Latar
belakang lingkungan seorang Aman Datuk Mudjiondo juga sanagat mempengaruhi
karyanya. Aman berasal dari Sumatra sehingga banyak menulis hikayat-hikayat.
Dan penulis pada masa itu paling banyak yang berasal dari Sumatra. Kemudian
karena Aman berpindah ke Jakarta dan bekerja di Balai Pustaka, maka karya-karya
selanjutnya banyak mengisahkan tetang masyarakat Betawi. Seperti halnya pada
novel Menebus Dosa yang berlatar di Pegunungan Gandamana dekat betawi dan
bogor.
2.3.4
Latar
Belakang Kebudayaan
Latar
belakang kebudayaan pengarang tidak terlalu terlihat jelas, namun dengan pekerjaannya
di Balai Pustaka membuatnya banyak bersentuhan dengan karya-karya sastra.
Sehingga pengetahuan di bidang sastra maupun kebudayaan baik. Kemudian karena
tinggal di Betawi, kebudayaan masyarakat Betawi juga sangat mempengaruhi
karya-karyanya. Seperti pada novel yang di sinetronkan yaitu si Doel anak
sekolah kebudayaan masyarakat Betawi, begitu menonjol. Begitu juga Novel
Menebus Dosa sendiri terpengaruh kebudayaan Betawi, karena latar yang digunakan
juga di sekitar Betawi dan Jawa Barat. Sehingga cerita menggunakan bahasa bahasa
betawi dan kadang bahasa sunda
BAB
III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Novel
karya Aman Datuk Madjiondo yang terbit pertama kali pada tahun 1932 ini, dan
berlatar di pegunungan sekitar Betawi dan Bogor sangat menggambarkan kehidupan
masyarakat pada zaman itu di tambah dengan gaya bahasa yang juga khas membawa
pembaca berimajinasi ke waktu pada novel itu. Novel Menebus Dosa yang menceritakan
kisah cinta sederhana namun berakhir dengan kerumaitan dan kesedihan ini, juga
dapat sebagai amanat bagi pembacanya.
3.2
Saran
Memperbanyak membaca karya karya
sastra supaya kita bisa belajar kehidupan dan mengambil amanat yang terdapat
dalam cerita.
16
|
DAFTAR
PUSTAKA
Datuk Madjiondo, Aman. 2001. Menebus
Dosa. Jakarta: Balai Pustaka.
LAMPIRAN
Sinopsis
Novel Menebus Dosa
Mak
Iyot marupakan seorang nenek yang sangat malang nasibnya, yang akhirnya dia menceritakan kisah hidupnya
sampai ia bisa menjadi nenek tukang tenung yang mata duitan dan hanya tinggal
dengan satu cucu kapada seoarang juragan dari kota yang ia percayai.
Kisah
ini diawali dari anak Mak Iyot satu-satunya yang sangat ia sayangi bernama
Hasan jatuh cinta dengan anak juragan kayu bernama Siti Juhro atau Iti. Iti
telah lama tinggal di Bogor bersama kakanya jadi gayanya melebihi anak gadis
lainnya. Dia adalah seorang gadis yang genit sehingga suatu saat ia mengetahui
tentang Hasan yang Alim dia ingin menggodanya, Hasanpun tergoda sampai akhirnya
melamar Iti dan mereka bertunangan.
Namun
pada suatu sore ketika Iti sedang ngobrol dengan Karta pemuda yang gagah dan
tampan anak orang terpandang tapi kelakuannya banyak meresahkan masyarakat,
terutama ia suka mempermainkan gadis desa, hasan melihatnya sehingga Hasan
marah dan memutuskan pertunangannya dengan Iti dan memberin peringatan yang
sangat tegas bahwa Karata adalah orang yang sangat jahat, namun Iti tidak
percaya karena ia belum lama tinggal di pegunungan itu. Karena kijadian itu
pula Hasan terguncang dan memutuskan berhenti berkerja dan pergi ke Betawi, Mak
Iyot sangat sedih di tinggal anak semata wayangnya, setiap hari ia hanya duduk
– duduk saja di pekarangan rumahnya. Beberapa kali Hasan mengiriminya surat,
uang dan foto, hingga Mak Iyot melihat suratnya berulang ulang hingga dia
hafal.
Sampai
akhirnya pada suatu sore Hasan pulang dengan menggunakan pakaian tentara, Mak
Iyot terkejut tidak percaya apa yang dilihatnya. Namun kedatangannya justru
semakin menambah luka Mak Iyot, karena ia datang untuk berpamitan akan bertugas
ke tempat yang lebih jauh lagi. Alangakah merananya hati Mak Iyot. Ia hanya
bertemu anaknya sehari saja, kemudian berangkat lagi pada suatu senja yang
menguning.
Saat dalam perjalanan
Hasan berangkat lagi ke dinasnya, namun di jalan ia berhenti di rumah makan
menunggu auto bis, namun kemudian ia mendengar percakapan Kaerta dengan
teman-temannya. Karta berkata telah mengahamili Iti tapi ia tak mau tanggung
jawab. Dan mengata ngatai Iti gadis murahan. Mendengar itu semua amarah Hasan
tak bisa di bendung karena ia masih menyimpan sayang kepada Iti, Hasanpun
berteriak pada Karta hingga akhirnya mereka berdua berkelahi sampai akhirnya
Karata jatuh kejurang bersama topi dan perlengkapan baju Hasan. Karta meninggal
dan Hasan kebingungan, ia pulang kerumahnya lagi bercerita kejadian itu kepada
Mak Iyot, alangkah sedih hati Mak Iyot dengan kejadian ini mungkin ia akan
lebih menderita lagi karena Hasan benar-benar tak pernah pulang lagi. Hasan
pergi meningglkan Mak Iyot karena melarikan diri. Sajak saat itu Mak Iyot sering
di datangi polisi yang menggeledah
rumahnya. Sungguh malang nasib Mak iyot.
Keadaan
Iti tak jauh berbeda, karena hamilnya sudah semakin tua akhirnya tidak bisa ia
sembunyikan lagi, ketika ayahnya mengetahuinya, ia diusir kemudian dengan hati
yang sangat sedih ia berjalan meninggalkan kampung, saat melewati rumah Mak
Iyot, Mak Iyot mengata-ngatainya dan mereka beradu mulut. Lalu Iti melanjutkan
perjalanan ke Bogor hendak meminta bantuan pada kakanya, namun kandungannya
sudah tidak bisa digugurkan karena janin sudah besar. Kemudian ia dianjurkan
kakanya untuk mengasingkan diri ke Betawi.
Suatu
malam Mak Iyot bermimpi seolah menyampaikan Hasan telah meninggal dan ia
berpesan kepada Mak Iyot untuk merawat Iti dan anaknya yang dikandungnya untuk
menebus dosa Hasan. Mak Iyot memahami mimpi itu bukan mimpi biasa, itu wasiat
dari anaknya supaya dosanya sedikit diampuni oleh yang Maha Kuasa. Mak Iyotpun
pergi mencari Iti, hingga akhirnya menemukannya, Iti merasa heran dengan
perubahan sikap Mak Iyot, tapi Iti bersedia dirawat Mak Iyot. Hingga akhirnya
anak yang dikandung Iti lahir namun Iti meninggal dunia.
Karena takut ayah kandung Iti akan
mengambil anak Iti, kemudian Mak Iyot memutuskan untuk membawa anak Iti ke
sebuah desa di pagunungan Gandamana yang lebih tinggi dari tempat tinggalnya
dulu, Mak Iyot merawat anak Iti hingga kini ia telah bersekolah. Jadi harta
yang dipunya Mak Iyot hanyalah cucnya itu, sehingga sebenarnya ia tak pernah
butuh uang, uang itu hanya untuk cucunya itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar